Sesuai Visi dan Misi, Kuningan Melesat, Sikat Maling-Maling Sialan Yang Menghambat Kerja Bupati dan Waklinya, Sampah Itu Uang, "DLH Kuningan? Dan Benarkah Temuan BPK?"

   ( Illustrasi Membersihkan Tebaran Uang. )



7DETIKDOTCOM, KABUPATEN KUNINGAN, JABAR, - Memang baru mulai di sorot. padahal ibarat komidi putar yang ada di pasar malam, yang dianggap sampah, disitulah sebenarnya banyak perputaran uang, siapa cepat tuyul lebih dahulu yang sikat atau oknum aparat pegawai lebih dulu yang ngembat?

Gembar-gembor, pihak Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK - red) Perwakilan Provinsi Jawa Barat, menyatakan soal adanya temuan kekurangan setoran retribusi pelayanan kebersihan di Kabupaten Kuningan. Dan ini sangat funtastis bagi yang memang butuh uang, di duga ada senilai Rp119.850.000,00. 

Temuan tersebut terungkap dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas pengelolaan keuangan daerah tahun anggaran 2024 yang menyoroti adanya penyimpangan dalam tata kelola penerimaan retribusi kebersihan.

Berdasarkan hasil konfirmasi lapangan secara uji petik terhadap 58 wajib retribusi yang terdiri dari pemerintah desa, puskesmas, rumah sakit, sekolah, perumahan, pemukiman, dan industri, diketahui bahwa sebagian penerimaan retribusi pelayanan kebersihan tidak disetorkan ke kas daerah sebagaimana mestinya. Dana tersebut masih dikelola oleh Kepala UPT Pengelolaan Sampah bersama sejumlah petugas pemungut (juru pungut) dengan total nilai mencapai hampir Rp120 juta.

Pada pemeriksaan lanjutan, BPK mengungkapkan bahwa uang hasil retribusi yang seharusnya masuk ke kas daerah justru digunakan untuk pembayaran kontribusi kepada pihak eksternal dan biaya operasional kantor tanpa bukti pertanggungjawaban yang sah. Praktik tersebut dinilai menyimpang dari ketentuan pengelolaan keuangan daerah yang mewajibkan seluruh hasil pungutan retribusi disetorkan ke rekening kas daerah

Dari Lampiran 7 LHP BPK, diketahui secara rinci pihak-pihak yang belum menyetorkan penerimaan retribusi kebersihan ke kas daerah, di antaranya:

1. Kepala UPT Pengelolaan Sampah belum menyetorkan retribusi dari sejumlah desa, meliputi:

"Pemerintah Desa Bandorasa Wetan sebesar Rp9.350.000
Pemerintah Desa Bojong sebesar Rp12.000.000
Pemerintah Desa Mandirancan sebesar Rp2.610.000
Pemerintah Desa Puncak sebesar Rp5.400.000
Pemerintah Desa Sadamantra sebesar Rp4.500.000
Pemerintah Desa Sukamukti sebesar Rp6.300.000." Wow, sungguh mengasyikan, seperti di lansir  dan di himpun 7detikdotcom dari beberapa sumber dan perbincangan di warung kopi, di DLH, pagi tadi, Kamis ( 30/10/25) hingga adanya pemberitaan ini.

Total kekurangan setoran oleh Kepala UPT Pengelolaan Sampah mencapai Rp40.160.000.
2. MR (Juru Pungut) belum menyetorkan retribusi dari:
Pemerintah Desa Cikananga sebesar Rp4.000.000
Pemerintah Desa Garawangi sebesar Rp1.560.000
Pemerintah Desa Haurkuning sebesar Rp3.660.000
Pemerintah Desa Karamatwangi sebesar Rp7.500.000
Pemerintah Desa Sidaraja sebesar Rp3.020.000.

"Pemerintah Desa Sindangsari sebesar Rp3.020.000
Pemerintah Desa Widarasari sebesar Rp4.000.000
Total kekurangan setoran oleh MR mencapai Rp26.760.000."

Dan HSR, PHK, PTZAI, dan RSMH masing-masing menunjukkan selisih retribusi antara Rp300.000 hingga Rp1.350.000, yang belum disetorkan oleh pihak pemungut terkait.

"Dan IS (Inisial Juru Pungut) belum menyetorkan sebagian penerimaan dari:
Pemerintah Desa Manis Kidul sebesar Rp3.650.000
ST sebesar Rp3.650.000
GT sebesar Rp2.150.000
Total kekurangan oleh IS mencapai Rp9.450.000.5." Sungguh Ironis.

Lalu DS dan S (Sopir truk pengangkut sampah) juga tercatat belum menyetorkan retribusi kebersihan dari:
Pemerintah Desa Gandasoli sebesar Rp7.200.000
Pemerintah Desa Cilaja sebesar Rp26.000.000
Total kekurangan dari kedua sopir ini mencapai Rp33.200.000. Hanya entah, dan entalah, hanya itu suara dari orang-orang yang berpikir. 

"Secara keseluruhan, total kekurangan setoran dari seluruh pihak mencapai Rp119.850.000 yang belum masuk ke kas daerah." Haduh biyung.

Da. secara garis besar, pihak BPK menegaskan bahwa kondisi ini tidak sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, khususnya Pasal 111 ayat (3) dan ayat (4), yang mewajibkan seluruh hasil pungutan retribusi disetorkan oleh pemungut ke kas daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang

Ketiadaan setoran tersebut menyebabkan terjadinya kekurangan penerimaan daerah yang menurunkan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor kebersihan. BPK menilai lemahnya pengawasan internal dan kurang optimalnya fungsi kontrol di lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Kuningan menjadi faktor utama penyebab permasalahan ini. Kepala Dinas Lingkungan Hidup disebut belum maksimal dalam melakukan pengendalian dan pengawasan terhadap pengelolaan retribusi kebersihan yang menjadi tanggung jawabnya.

Dalam hasil pemeriksaan, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kuningan menyatakan sependapat dengan temuan BPK dan berkomitmen untuk menindaklanjutinya. BPK merekomendasikan agar Bupati Kuningan segera menginstruksikan Kepala Dinas Lingkungan Hidup untuk meningkatkan pengawasan terhadap proses pemungutan dan penyetoran pendapatan retribusi pelayanan kebersihan, serta memproses kekurangan penerimaan sebesar Rp119.850.000,00 dan menyetorkannya ke kas daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pemerintah Kabupaten Kuningan dalam rencana tindak lanjut menyatakan akan menyelesaikan rekomendasi tersebut dalam waktu 60 hari setelah LHP diterima. BPK menilai temuan ini menjadi peringatan penting bagi Pemerintah Kabupaten Kuningan untuk memperkuat sistem pengawasan keuangan daerah, khususnya di sektor retribusi pelayanan publik.

Praktik penggunaan uang retribusi di luar mekanisme resmi berpotensi menimbulkan kerugian keuangan daerah dan dapat mengarah pada pelanggaran hukum apabila tidak segera dikoreksi.

Dan BPK juga menegaskan, "soal pentingnya komitmen kepala daerah dan jajarannya untuk memastikan setiap hasil pungutan retribusi disetorkan langsung ke kas daerah." Percayalah, jika tertata rapi, maka impian Kuningan Melesat, akan tercapai, sebagaimana mestinya. 

Karena transparansi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan menjadi kunci dalam mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang.

( Ry/Jhn )