Di Duga Dendam Politik Jabatan Kades Padamenak? Lalu Keluar Berapa Puluh-Puluh Rupiah Mereka Berdua? Yang Itu, Keluarkan Massa, Yang Sana Keluarkan Pengacara

( Illustrasi kekuasaan dan jabatan Kades, dan dendam politik.)


7DETIKDOTCOM, KABUPATEN KUNINGAN, JABAR, - Yang pihak pendemo mengeluarkan massa, entah berapa puluh juta rupiah, di yang gelontorkan. Lalu yang yang masih menjabat Kades di tuding selingkuhi istri orang, dia keluarkan jubir-jubir ( juru bicara-red) handal untuk bicara data dan sewa kuasa hujun alias pengacara, entah berapa puluh-puluh juta rupiah yang si kades keluarkan ? Dan hal ini serta merta masih menjadi suatu dagelan lawakan sinetron, baik pada pemberitaan di media, medsos, juga tontonan warga masyarakat di Kabupaten Kuningan. 

Pasalnya, warga masyarakat Kuningan, khususnya warga masyarakat Desa Padamenak Kecamatan Jalaksana, yang awalnya tegang, kini menjadi menjadi bahan dagelan, pada kasus adanya dugaan perselingkuhan yang saat ini masih menjabat Kepala Desa Padamenak, dengan seorang perempuan yang masih berstatus istri dari pegawai Linmas di Desa tersebut.

Dan tanpa di sadari, yang menjadi korban atas dugaan perselingkuhan keduanya adalah, keluarga besar dari Istri seorang Linmas, ya.g mungkin akan menjadi beban moral bagi anak-anaknya serta kedua orang tyanya serta keluarga besar, serta warga masyarakat Desa Padamenak yang sungguh mudah di provokasi dan di jadikan figuran dalam sandiwara kepentingan unsur dugaan dendam politik Desa. Kalah jadi arang, menang jadi beban hutang.

Dan kini menjadi suatu hal yang serba serbi tentang, adanya praktok.penyelewengan anggaran dana desa padamenak tahun 2023.
Desa Padamenak Jadi Sorotan — MPK: Tegakkan Hukum, perangi korupsi. Kamis (23/10/25)

Masyarakat Peduli Kuningan (MPK) menyampaikan sikap tegas atas dugaan ketidaktertiban dalam pengelolaan Dana Desa Tahun Anggaran 2023 di Desa Padamenak, Kecamatan Jalaksana, Kabupaten Kuningan, yang kini tengah menjadi perhatian publik. MPK menilai, dugaan penyimpangan ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tetapi juga cermin krisis moral dalam tata kelola pemerintahan desa.

Berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan dari APBDes Padamenak Tahun 2023, tercatat total Dana Desa sebesar Rp 846 juta, dengan alokasi Rp 167 juta untuk kegiatan pembangunan Posyandu. Namun hingga Oktober 2025, progres fisik pembangunan belum menunjukkan penyelesaian penuh, sementara laporan pertanggungjawaban (LPJ) belum dibuka secara transparan kepada masyarakat.

Dalam kajian akademis hukum administrasi negara, kondisi tersebut dapat dikategorikan sebagai maladministrasi, karena melanggar prinsip good governance — yakni transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi penggunaan anggaran publik. Jika ditemukan unsur kerugian keuangan negara, maka perbuatan tersebut dapat berimplikasi pada tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 8 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tipikor.

"APH harus bertindak cepat dan responsif. Jangan tunggu masalah melebar baru turun. Ini bukan hanya soal bangunan Posyandu, tapi soal amanah rakyat dan harga diri pemerintahan desa. Uang negara adalah titipan rakyat, bukan hak pribadi siapa pun,”
tegas Yudi Setiadi, Aktivis Masyarakat Peduli Kuningan.

MPK menilai, Posyandu seharusnya menjadi simbol kehadiran negara di tengah masyarakat, terutama bagi ibu dan anak. Ketika proyek sosial seperti ini justru menimbulkan dugaan penyimpangan, maka yang rusak bukan hanya fisik bangunan, tetapi kepercayaan rakyat terhadap aparatur desa.

Karena itu, MPK mendorong Inspektorat Kabupaten Kuningan dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) untuk segera melakukan audit terbuka dan mendalam. Langkah cepat dan transparan akan menjadi bentuk tanggung jawab moral sekaligus hukum terhadap amanah publik.

“Pemerintahan yang baik dibangun di atas kejujuran. Jika moral dan integritas dijaga, rakyat tidak akan kehilangan percaya. Tapi jika dana publik diselewengkan, maka keadilan harus ditegakkan tanpa pandang bulu,”
tutup Yudi Setiadi dengan nada menegaskan

MPK juga mengajak masyarakat untuk tetap tenang namun kritis, mengawal persoalan ini dengan bijak, serta mempercayakan proses penegakan hukum pada lembaga yang berwenang. Sebab menurut MPK, transparansi bukan alat untuk mempermalukan, tetapi sarana untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap pemerintahan desa.

( Jhn/Ry)