Bincang Karya Sastra Bersama, Penyair Fileski Di Jatiswara Rumah Budaya

( Para Peserta dan Pemateri Foto bersama, Usai Kegiatan Ngaji Budaya di Jatiswara Rumah Budaya.)

7Detikdotcom - MADIUN JATIM -
Sanggar Jatiswara, Desa Ngrawan, Kecamatan Dolopo, Kabupaten Madiun, menjadi saksi perhelatan budaya yang penuh makna. Acara yang bertajuk Ngaji Budaya, "Bincang Karya Sastra," ini diinisiasi oleh LESBUMI, IPNU, dan IPPNU Kabupaten Madiun. Fokus utama acara adalah mengupas karya sastrawan Madiun, Fileski Walidha Tanjung, yang dimuat dalam Majalah Pusat edisi ke-29, terbitan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa tahun 2024.

Kegiatan acara yang berlangsung mulai pukul 19.00 hingga 23.30 WIB ini menghadirkan diskusi mendalam dan interaktif mengenai karya Fileski, dengan arahan moderator Gus Ibnu. Diskusi juga diperkuat oleh dua pembahas ahli, yaitu Yos Ponco Nugroho, seorang perupa dengan keahlian dalam seni rupa, dan Jack MM, seorang akademisi yang tengah menempuh studi S2 di UGM jurusan Sastra.
 
Yos Ponco Nugroho memulai diskusi dengan mengulas karya Fileski melalui sudut pandang seni rupa, khususnya estetika surealisme. Dalam pandangannya, puisi-puisi Fileski menyuguhkan metafora yang begitu kaya, padat, dan penuh simbolisme. 

“Saya merasa setiap larik dalam puisi Fileski seperti sebuah lukisan surealis, penuh lapisan makna. Bahasanya tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai medium visualisasi imaji yang mendalam.” Kata Yos, dalam ruang diskusi, di Bincang Karya Sastra.
 
Selain Yos, juga menekankan bagaimana simbol-simbol dalam karya Fileski membuka ruang interpretasi yang luas dan memberikan pengalaman estetis yang intens bagi pembaca. Tandasnya.

Sementara, Jack MM, menganalisis karya Fileski dari perspektif interpretasi tekstual. Sebagai seorang akademisi, ia mengungkap bahwa karya Fileski mampu menangkap isu-isu sosial dan eksistensial dengan cara yang subtil namun mendalam.
( Moment Foto bersama, usai kegiatan ngaji sastra )

"Karya Fileski tidak hanya berbicara tentang pengalaman personal, tetapi juga menawarkan refleksi terhadap kondisi manusia secara universal. Penggunaan metafora dan bahasa kias dalam puisinya mencerminkan kecerdasan linguistik dan sensibilitas sosial yang tinggi." Ujar Jack. 

Ia juga menambahkan bahwa pendekatan filosofis dalam puisi Fileski mampu membawa pembaca pada perjalanan introspektif yang kaya akan hikmah. Tutupnya.

Di sisi lain, Ahmad Rosyidin, owner Rumah Budaya Jatiswara, menuturkan bahwa kegiatan ini bertujuan menjadikan sastra sebagai bahan perbincangan yang hangat di masyarakat, khususnya di Ngrawan. 

“Sesuai dengan tujuan mulia pendidikan, sastra seharusnya mampu mendorong kita untuk berpikir kritis, merespon isu-isu terkini, dan mengambil hikmah dari setiap karya.  Sanggar Jatiswara sebagai rumah budaya sangat mendukung aktivitas ini, tidak hanya untuk mengkaji sastra tetapi juga sebagai wadah bertemunya para penikmat seni dan budaya." Kata Rosyidin.

Ia berharap bahwa acara semacam ini dapat menjadi agenda rutin yang melahirkan penyair-penyair baru di Madiun dengan karya yang berkualitas.

Gus Ibnu, ketua Lesbumi kabupaten Madiun dan juga selaku moderator, menyampaikan bahwa sastra memiliki peran penting dalam membentuk pola pikir kritis dan kebijaksanaan. “Puisi tidak hanya menjadi sarana ekspresi, tetapi juga media refleksi. Dalam puisi-puisi Fileski, kita diajak untuk melihat dunia dari berbagai perspektif yang unik dan mendalam. Acara seperti ini adalah ruang dialog antara pengarang dan pembaca, sehingga sastra dapat terus hidup dan berkembang,” ujar Gus Ibnu.

Salah satu undangan, Titus Tri Wibowo, turut memberikan pandangannya mengenai geliat sastra di Madiun. Menurutnya, sastra di daerah ini sebenarnya memiliki potensi besar, tetapi masih minim publikasi. 

“Sering kali setelah acara seperti ini, saya unggah dokumentasi di media sosial, dan banyak teman bertanya, ‘Ini acara di mana? Kapan ada lagi? Kenapa saya tidak tahu?’ Padahal, kegiatan sastra seperti ini sangat potensial untuk menarik minat masyarakat. Harapannya, ke depan, publikasi acara sastra di Madiun bisa lebih masif,” ujar Titus.

Dalam acara ini, Fileski membacakan beberapa puisinya, salah satunya berjudul “Ladang yang Lupa Nama”. Dengan konsep eksperimental yang menggabungkan puisi dan bunyi, ia berkolaborasi dengan Jatiswara Musik, menciptakan pengalaman artistik yang memukau. Selama hampir lima jam, audiens diajak untuk mendalami makna kebahagiaan dan keberkahan hidup.

Dalam wawancara, Fileski mengungkapkan bahwa karyanya berusaha menggugah audiens untuk merenung dan menemukan kebahagiaan dalam hal-hal sederhana. 

“Kebahagiaan itu subjektif, setiap orang memiliki sumber dan versinya masing-masing. Melalui puisi, saya ingin mengajak kita semua untuk kembali memaknai hidup, merayakan keberkahan yang sering kita lupakan, dan mensyukuri setiap langkah yang kita ambil,” ujarnya.

Acara Ngaji Budaya malam itu tidak hanya menjadi ruang apresiasi sastra, tetapi juga momen refleksi bersama. 

Harapannya, kegiatan seperti ini terus berlanjut dan menjadi bagian dari geliat budaya di Madiun, menciptakan ekosistem seni yang inklusif dan berkelanjutan.

Sanggar Jatiswara pun kembali membuktikan dirinya sebagai rumah budaya yang mendukung berbagai aktivitas seni yang bermakna.

 ( Erna Winarsih W )