![]() |
( Arnita, Wartawan 7detikdotcom ) |
7DetikDotCom - OPINI - Fenomena aksi bunuh diri atau istilah bundir belakangan ini begitu melonjak dan terus meningkat dari tahun 2019-2023 mencapai di angka ribuan, menurut data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 mencatat peningkatan depresi paling tinggi. Dan pelakunya kebanyakan anak-anak muda Generasi Z dalam bahasa lebih dikenal Zoomer atau disingkat Gen-Z, generasi pertama yang tumbuh dengan akses internet.
Begitu
banyak kasus yang melibatkan seseorang mengalami tekanan mental yang
kritis, sehingga tidak bisa berpikir secara rasional bahkan sampai
memutuskan untuk mengakhiri hidup dengan melakukan aksi bundir.
Kenapa orang memilih untuk bundir dibandingkan membenahi hidup?
Hasil
penelitian dari psikolog, psikiater dan dunia kedokteran menerangkan
bahwa aksi bundir merupakan manifestasi dari beban mental dan kesedihan
yang mendalam. Itu disebabkan dari tekanan ekonomi, masalah kesehatan
mental, tekanan emosional, traumatik, depresi, kecanduan obat,
skizofrenia, gangguan bipolar, dan orang yang mempunyai karakter close
minded pada lingkungan.
Lalu
bagaimana aksi bundir di kalangan Gen-Z? Di mana kebanyakan anak yang
lahir di generasi ini cenderung lebih open minded, generasi ini lebih
berani mengutarakan kesehatan mentalnya yang mungkin dianggap tabu oleh
generasi sebelumnya. Tapi pada kenyataannya, justru Gen-Z mudah sekali
mengalami depresi.
Seperti
yang dijelaskan oleh ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) DIY, Joko
Murdiyanto, emosi yang tidak terkontrol dengan baik bisa memunculkan
rasa rendah diri. Depresi itu bisa terjadi di mana-mana dan kapan saja,
maka itu yang dibutuhkan kemudian adalah bagaimana mengelola stres dan
pemicunya dengan baik, dikutip detikjogja.
Menurut
Ketua Program Studi D4 Keperawatan Anestesiologi Universitas Aisyiyah
(Unisa) tersebut, Gen Z memiliki karakteristik unik yang berbeda dengan
generasi sebelumnya. Meski unggul dalam adaptasi teknologi, generasi
yang sering disebut "generasi stroberi" ini cenderung kurang tahan
menghadapi tekanan. Dilansir suara jogja.id.
Gangguan
psikologi ini banyak dirasakan kalangan Gen-Z sebagai efek dari pola
kehidupan zaman sekarang yang penuh tantangan dan persaingan ketat,
terutama di sosial media. Kurangnya daya tahan banting dan mudah
menyerah pada kompetisi pertarungan hidup sehingga menjadikan tantangan
adalah beban yang merusak mental secara fisik dan psikis.
Pencegahan
bunuh diri pada Gen-Z memang harus melibatkan pendekatan holistik
secara individu, perhatian pihak keluarga, masyarakat, dan lembaga
pendidikan. Diciptakan ruang untuk mereka bereksplorasi dengan bebas,
deep talk, memberikan dukungan dan validasi emosi.
Saya
sempat melakukan observasi dan menganalisa sumber maraknya aksi bundir
di kalangan Gen-Z, padahal secara intelektualitas generasi ini mampu
menjadi pribadi yang cerdas, dengan menguasai teknologi canggih sehingga
kemajuan zaman bukan suatu hambatan. Yang jadi persoalan kompleks,
Gen-Z terlahir setelah media sosial berkembang pesat sehingga menjadikan
pemikiran dan perbuatan dilakukan secara instan, semua tindakan
mengandalkan media yang malah membuat malas berpikir, malas bergerak dan
malas beraktivitas, terlalu berambisi tapi lemah dalam mengupgrade
diri, dan banyaknya pelaku bundir sebagian karena tekanan media sosial
yang justru menjadikan bundir sebagai trend di kalangan Gen-Z.
Oleh : Arnita
lahir di Bandung, Jurnalis, penyuka seni Artwork dan dunia Fotografi,
Pemimpin Redaksi Media Jurnal Puisi Cinta, Redaktur Note Journey
Magazine, ketua PAC (potography & Art Community), pernah bekerja di
Majalah Migospecta International sebagai Executive Editor (wakil CEO),
pernah menjadi Pemimpin Umum di Buletin Inshinecam, pernah bekerja di
Majalah Homagi International sebagai Editor & Director.
Tulisan-tulisannya telah dimuat di media cetak dan elektronik.