Puisi-Puisi Raya Langit Rokibbah: "Sudah Ku Ajarkan, Anak-Anak Anjing Itu, Membaca Dan Menulis

( Raya Langit Rokibbah, Journalist, Penulis, Penyair dan Seniman )

 
( Raya Langit Rokibbah )

7DetikDotCom - SASTRA PUISI -

 1/

Sudah Ku Ajarkan, Anak-Anak Anjing Itu, Membaca Dan Menulis

:: 

Kau tahu? Aku sudah begitu banyak mengajarkan anak-anak anjing untuk membaca

Lalu, selain aku ajarkan anak-anak anjing itu, membaca, aku ajarkan pula mereka menulis, bernyanyi, melihat lalu menjilat 

Onde mande, mereka mulai beranjak besar, berpenampilan trendy kekini-kinian dan sudah mengerti arti kehidupan, berpendidikan, dan sudah mempunyai pekerjaan, lumayan agak sedikit mapan

Anak-anak anjing itu pun, sudah pernah, aku ajarkan, bagaimana caranya merawat muka, merawat tingkah, dan merawat uang untuk disimpan diam-diam, agar cepat untuk bisa kaya

Hidup hemat itu biasa, dan untuk bisa lebih cepat kaya, harus tetap selalu ulet terus berkerja, menjadi apapun, bahkan harus menjadi seorang kacung

Dan, rasa penyesalan itu masih terus selalu hinggap dalam hati bahkan pikiran, ada 3 lagi ilmu pelajaran yang tidak sempat aku ajarkan pada anak-anak anjing itu

"Aku lupa memberikan anak-anak anjing itu pelajaran cara-cara berpikir, aku pun sadar, karena aku sedang berhadapan dengan segerombolan anak-anak anjing, yang memang sudah berkerja di bagian Pemerintahan: Anjing, anjing, aku lupa, bahwa otakmu memang otak anjing!"

 -------------

Raya Langit Rokibbah

Kuningan 071224 

 

2/ 

Surat Suara Bolong-Bolong, Curang!

::
Biarkan jahanam itu ber-onani sendiri, dengan lidahnya yang menjulur panjang menjilati pantat orang-orang yang duduk berjejer di bangku-bangku gedung perwakilan rakyat itu
: Anjing!

Biarkan ia berlari bertelanjang bulat, memegang kemaluannya sendiri, berteriak kencang, meminta di peluk, di rabaraba, di colok-colok berulang-ulang
: Jalang!

Surat suaranya bolong-bolong, ngejomplang! kakinya pincang, dan kertas yang berisi gambar kepala kadalnya, berceceran di tiap ruas jalan, "Dia, bilang, ini semua curang!"
: Monyet pun diam, berkaca-kaca sendiri, dengan sedikit menahan senyuman...

----
Raya Langit Rokibbah
Kuningan 041224

3/
 
Alif Lam Mim

::
Adalah rindu di ujung malam
daundaun berguguran
menuai dingin di musim subuh
dan cinta menulis cinta:

"Demi malam yang menguasai subuh, menelusup diam-diam mengiris genangan air mata, retak di batu."

___
Raya Langit Rokibbah
Kuningan 011224

4/
 
Luri Apriyanti

::
Bulan yang berkaca ditepi kali, di ujung bukit kaki Ciremai sana, bersenandung indah menuai bunga-bunga cinta
Lembaran-lembaran cahaya bintang menuai rindu 
Hingga biasnya terlukis indah di atas kanvas berwarna biru
"Aku ingin menulis puisi, tentang seorang perempuan yang berada di ujung bukit sana."

Biarlah waktu menghitung waktu. Dan huruf menulis huruf, lalu rindu memetik rindu
Biarkan malam berbicara sendiri, dan bulan yang berkaca ditepi kali bersenandung lagu cinta sampai esok pagi 
Dan biarkan embun pagi mengecup kening bunga-bunga yang ada di taman itu
"Aku tak ingin perempuan yang ada di balik bukit di ujung sana, menuai sepi dalam kesendirian."

Hingga musim subuh, lalu gemericik air embun bertasbih tentang rindu
Dan pagi menuai banyak cerita, hingga aku tak lagi bisa bermimpi untuk dapat menulis puisi tentang banyaknya keinginan akan rasa rindu pada perempuan itu
"Yang kutahu, pada tiap lembar kata rindu yang kutulis disini, ada selarik huruf untuk sebuah nama."

----
Raya Langit Rokibbah
Bogor 310324
 

5/
 
Momento Yang Terkubur

::
Dan asmara yang membakar asmara
Halimun menelusup diam-diam di waktu subuh
Dan bulan tertusuk ranting cemara
: Mampus!

Seperti berjelaga, menyusuri loronglorong kesunyian
Berceloteh dingin sendiri
Pasir-pasir berbisik ditepian pantai
Sebait puisi hilang di telan ombak di ujung batu karang sana
: Sialan!

Ada yang menangis menguyup kesunyian dibalik nyiur daundaun kelapa
Dan tak ada lagi nyanyian asmara jingga
Mengusik kerinduan yang menohok kebencian
Ada yang hilang di musim gerimis pada malam itu
: Nelangsa mengukir kenangan

"Pelan-pelan rasa rindu yang kita miliki, tak lagi bernyanyi tentang cerita cinta yang pernah ada."

---
Raya Langit Rokibbah
Kaki Ciremai 090824

6/
 
Sekuntum  Magrib
 
::
Dan cahaya memenuhi cahaya
menuai rindu di negeri senja
memetik cinta di altar batu
tiada masa, "Demi masa."
: Laa Illaha Ilallah

---
Raya Langit Rokibbah
Kuningan 031224

7/
 
Ayat-Ayat Perpisahan 
 
::
Biarkan semuanya berjelaga sendiri
Membunuh semua kenangan tentang cerita sejuknya embun pagi pada waktu itu
: Aku tak lagi mampu menyusun huruf demi huruf tentang indahnya dirimu, saat masih ada di sampingku

"Luri, aku rindu padamu!"

---
Raya Langit Rokibbah
071224
 
 
Bio Narasi:
( saat tampil live, di program PAS TV, membaca puisi 'Toke.")

Nama pena "Raya Langit Rokibbah Syahban," tertera pada tahun 1999, saat masih hobby menulis puisi di buku diary, hingga sampai saat ini, masih menjadi nama pena, karena ke 4 karakter nama-nama pena tersebut, sudah menjadi nama ke 4 anak-anak hasil buah perkawinannya, dengan seorang perempuan hebat, tangguh dan sangat solihah serta begitu amat sangat menjaga kehormatannya, Luri Apriyanti, perempuan berkulit kuning langsat, berkacamata dan penuh karakter, yang menemaninya selama 16 tahun, dan perempuan yang sudah memberikan anak-anak hebat dari rahimnya itu, sudah kembali pada Sang Pemiliknya, Allah Azza Wa Jalla, dalam keadaan Husnul Khotimah.