![]() |
( Presiden RI, Prabowo Subianto dan Wakilnya, Gibran Rakabuming ) |
7detik.com - Opini - Seusai dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden pada Minggu 20 Oktober 2024, Prabowo-Gibran pun melantik para Menteri dan Pejabat setingkat Menteri, para Wakil Menteri (21/10/2024), para Kepala Badan, Staf Khusus, dan Penasihat Presiden (22/10/2024), yang akan membantunya dalam mewujudkan berbagai program pemerintahannya selama 5 tahun kedepan.
Kabinetnya
itu kemudian dinamakan Kabinet Merah Putih (KMP), yang terdiri dari 7
Kementerian Koordinator, 41 Kementerian, 6 Kepala lembaga, 55 Wakil
Menteri, 7 Penasihat Khusus Presiden, 8 Utusan Khusus dan Staf Khusus
Presiden, dan 11 Kepala Badan.
Susunan
kabinet dengan jumlah sebanyak itu kemudian menimbulkan pertanyaan
apakah kinerja mereka kedepannya akan lebih terfokus dan efektif atau
justru malah terjadi tumpang-tindih kewenangan dan bergerak lamban dalam
mewujudkan program dan visi-misi Prabowo sendiri.
Dengan
susunan kabinet yang membengkak secara jumlah menteri, ditambah staf
khusus dan kepala badan itu pula, bukan tidak mungkin anggaran negara
untuk menggaji mereka juga membengkak. Sejumlah pertanyaan lalu muncul,
dampak perubahan seperti apa yang akan diterima masyarakat?
Seluruh
masyarakat negeri ini tentunya berharap ada perubahan yang positif bagi
kehidupan mereka, namun juga skeptisme itu hadir. Kekhawatiran keadaan
hidup mereka tetap stagnan atau malah lebih buruk tetap ada, karena
ambisi politik dengan tebaran janji selalu saja hanya manis saat
kampanye, sesudahnya kebijakan-kebijakan yang ditetapkan tidak berpihak
ke mereka
Tindak pidana
korupsi yang masih saja kerap terjadi, menjadi satu momok paling
mengkhawatirkan, bahkan saat pemerintahan Jokowi saja beberapa
menterinya tersandung kasus korupsi. Pemerintahan Prabowo-Gibran
sepertinya harus mampu mempersempit celah kemungkinan terjadinya
korupsi, pengawasan melekat mutlak harus dilakukan dan bobot hukuman
harus diperberat. Bila tidak, negara akan selalu dirugikan dan tentunya
pula mencoreng citra pemerintah di mata publik.
Bagaimana
mungkin seorang maling kelas teri saja dapat dihinakan oleh masyarakat
sampai babak belur atau kehilangan nyawa, sementara para koruptor saat
ditampilkan di televisi masih dapat tersenyum, saat di persidangan masih
mendapatkan pembelaan, saat menjalani hukuman masih bisa mendapatkan
remisi masa hukuman.
Perlu
pula dinanti realisasi dari apa yang disebutkan dalam pidato pertama
Prabowo saat dilantik sebagai Presiden, di mana saat itu ia berjanji
untuk memerhatikan nasib "Wong Cilik," atau rakyat kecil. Bagaimana
kinerja Kabinet Merah Putih yang dibentuknya itu, kelak dapat lebih
memerhatikan nasib buruh, petani, dan rakyat kecil pada umumnya,
ketimbang kepentingan para pemodal, pengusaha-pengusaha, hingga pihak
penanam investasi dengan dalih proyek strategis nasional. Karena secara
rantai ekonomi, Indonesia masih dikuasai Oligarki.
Apakah
kemudian pemerintahan Prabowo-Gibran mengurangi kebijakan impor bahan
pokok makanan dari luar negeri dan lebih mengutamakan hasil-hasil petani
lokal yang akan menguasai pasar dan memberikan ketersediaan pangan di
dalam negeri?
Atau malah
masih saja terjadi ada kasus petani membuang dan menghancurkan hasil
panennya di jalanan karena membanjirnya produk pertanian impor yang
masuk dan membuat produk pertanian lokal tidak punya daya beli. Kiranya
pula Pemerintahan Prabowo-Gibran diharapkan mampu membuat para petani
dapat lebih berdaulat akan lahan agraria mereka dan tidak lagi
dikalahkan oleh perusahaan-perusahaan besar
Hal
lain yang patut untuk dibenahi adalah supremasi hukum yang adil bagi
masyarakat, supaya hukum tidak lagi tumpul ke atas dan tajam ke bawah.
Setidaknya semua harus sama di mata hukum, jangan lagi ada masyarakat
kecil menjadi korban dari ketidakadilan penegakan hukum saat berhadapan
dengan orang berduit atau punya kuasa jabatan.
Bahkan
suatu kasus pernah terjadi seorang nenek harus diadili hanya karena
mengambil sebatang kayu tidak terpakai pada lahan milik negara, atau
pada kasus lainnya seorang korban dari tindakan pelaku kriminal
ditersangkakan karena tindakannya saat membela diri dan mempertahankan
harta serta nyawanya, berujung terbunuhnya si pelaku kriminal.
Sementara
itu di bidang kesehatan, juga terdapat banyak persoalan yang dinilai
oleh masyarakat umum kurang manusiawi, dalam hal ini adalah terkait
pelayanan kesehatan di banyak rumah sakit. Sering kali saat ada seorang
pasien harus dirujuk dari satu rumah sakit ke rumah sakit lainnya untuk
tindakan lebih jauh lagi dalam menangani penyakit yang dideritanya, maka
pada rumah sakit yang dituju sebagai rujukan menolak dengan alasan
kamar rawat atau tempat tidur pasien di unit gawat darurat sedang penuh
Atau
pula kerap terjadi seseorang yang hampir sekarat, tetapi tidak
buru-buru ditangani di unit gawat darurat, dengan alasan yang sama
seperti di atas, alasan lainnya adalah persoalan administrasi yang harus
diselesaikan terlebih dahulu oleh penjamin pasien, baru kemudian
ditangani.
Ketersediaan
lapangan pekerjaan dan dukungan kepada pengusaha kecil, juga harus
benar-benar menjadi perhatian. Sangat miris menyaksikan gegap gempita
pemberitaan pembangunan Ibu Kota Nusantara atau Proyek Strategis
Nasional lainnya, seperti Jalan Tol, Bendungan, dan lain-lain, namun di
perempatan jalan masih ditemui para pengamen dari berbagai usia dengan
alat musik sederhana, atau bahkan memakai pakaian badut, mengarak
Ondel-ondel, Barongsai, dan semacamnya yang mengais-ngais rezeki recehan
untuk menyambung hidup.
Masih
banyak pula ditemui masyarakat yang hidup dengan hunian tidak layak di
gang-gang sempit, kumuh, mengontrak, bekerja serabutan, mengumpulkan
barang bekas untuk dijual di pengepul dan hasilnya hanya dapat digunakan
untuk makan sehari-hari.
Belum
lagi yang hidup di pelosok dengan kondisi lingkungan alam yang belum
tersentuh pembangunan, transportasi, listrik, dan hidup dari menanam
seadanya untuk dijual di pasar-pasar tradisional skala kecil, anak-anak
mereka saat menuju sekolah pun harus menyeberangi sungai lebar dan
dalam, dengan sekolah yang jauh dari kata layak.
Begitu
pula dengan ketidakadilan yang sering terjadi terhadap pengusaha dan
pedagang kecil, lahan usaha mereka digusur, dirazia karena dianggap
mengganggu ketertiban jalan, bahkan harus sampai mengalami tindak
kekerasan saat mempertahankan dagangan mereka. Sementara bisnis mini
market dari perusahaan besar, atau restoran dan kios makanan cepat saji
aneka macam dengan brand merk luar negeri, mudah saja ada terselip di
stasiun-stasiun kereta, atau begitu masif berdiri di tepi-tepi jalan
yang tak jauh dari lingkungan pemukiman.
Semua
itu hanyalah sekelumit masalah yang selama ini masih terjadi,
permasalahan lain yang tidak terungkap dan belum menemukan solusi masih
lebih banyak lagi. Dan harapan terhadap pemerintahan yang baru tentu
saja sangat besar, untuk dapat memberikan perubahan positif, berkeadilan
dan memunyai keberpihakan terhadap rakyat kecil. Dan semua pihak
menanti Prabowo-Gibran dengan Kabinet Merah Putih yang baru terbentuk
untuk mewujudkannya.