![]() |
( foto dokumentasi www.7detik.com ) |
![]() |
( foto dokumentasi www.7detik.com ) |
Jakarta - 7detik.com - Pada Sabtu sore 24 Agustus 2024 lalu, berlangsung sebuah acara bertajuk, "Diskusi Publik Pulihkan Jakarta: Orang Betawi Rawa Belong Dalam Pelestarian Budaya & Lingkungan Hidup." Acara ini digelar di Teras Roesdiah Rawa Belong, Jakarta Barat dan digagas oleh Komunitas Betawi Kita, sisisungai.com, dan WALHI Jakarta, dengan menghadirkan pembicara, H. Bachtiar Pitung, selaku Ketua Sanggar Si Pitung, Haji Supandi, selaku Tokoh Masyarakat dan Pembina Perguruan Silat Cingkrik S3 Rawa Belong, serta Zenzi Suhadi, selaku Direktur Eksekutif WALHI Nasional.
Satu di antara banyak tempat di Jakarta yang tradisi kebetawiannya masih terjaga adalah Rawa Belong, yang berada di wilayah kota administratif Jakarta Barat. Dituturkan oleh Haji Supandi, seorang tokoh masyarakat dan pembina perguruan silat cingkrik S3 Rawa Belong pada diskusi tersebut. Rawa Belong sejak dahulu terkenal sebagai wilayah di jakarta dengan banyak jenis pepohonan, tanaman hias, dan aneka jenis bunga. Bahkan Rawa Belong juga memiliki Pasar Bunga terbesar di Asean.
"Hubungan manusia dengan alam itu semestinya tidak terpisahkan, dan Tuhan sebagai Sang Pencipta pun telah menyebutkan dalam berbagai firmanNya seperti yang terdapat pada beberapa surrah Alquran. Pohon, buah-buahan, binatang, gunung, sungai, dan lain-lain, tidak terlepas dari kehidupan manusia. Karena itu sudah seharusnya manusia mampu menjaga kelestarian alam dan lingkungan. Dahulu, seperti di wilayah lainnya, pepohonan di Rawa Belong menjadi pertanda untuk mengenali rumah seseorang. Seperti misal, rumah Abang Ahmad yang di halamannya terdapat pohon Jambu Air, atau rumah Abang Sadeli yang di halaman rumahnya terdapat pohon Rambutan, dan lain sebagainya. Bahkan ketika wilayah Senayan yang terletak tidak jauh dari Rawa Belong, masih bernama Tunduan, terdapat hutan lebat dengan berbagai jenis pepohonan, di antaranya Pohon Kokosan dan Pohon Nanam." Ungkap Haji Supandi.
Sedangkan pembicara lainnya, H. Bachtiar Pitung, selaku Ketua Sanggar Si Pitung mengungkapkan, asset lain dari Rawa Belong adalah, kesenian bela diri Silat Cingkrik dengan tokoh legendarisnya, seorang Pahlawan Betawi, yaitu Si Pitung, yang namanya telah diabadikan sebagai nama jalan di wilayah tersebut saat Jakarta dipimpin oleh Anis Baswedan sebagai Gubernur. Seluruh wilayah tempat berdiamnya masyarakat Betawi, identik dengan berbagai nama tempat bertumbuhnya tanaman dan pepohonan serta habitat binatang, seperti rawa, sawah, kebun, yang saat ini telah hilang tergantikan oleh berbagai bangunan perkotaan. Sebut saja, Rawa Simprug, Rawa Belong, Rawa Buaya, Kebun Jahe, Kebun Melati, Kebun Jeruk, Kampung Sawah dan banyak nama lainnya. Nama Rawa Belong sendiri, asal-usulnya ada berbagai versi, menurut cerita masyarakat setempat, dahulu terdapat Balongan, atau lubang besar di sekitar rawa pada wilayah tersebut, versi lainnya, diambil dari nama seorang tuan tanah keturunan tionghoa, yaitu Babah A Long.
"Masyarakat Betawi di masa lalu berlatih silat dengan tempat berpijaknya langsung di atas tanah, hal ini sebagai simbol kaidah penyatuan dengan alam dan kaidah itu sekarang telah hilang, karena tanah telah tertutupi aspal atau peluran beton. Waktu berlatih pun berlangsung mulai pukul 22.00 malam dengan penerangan cahaya dari api obor bambu, karena dahulu di masa penjajahan Belanda, berkumpulnya banyak orang pribumi dicurigai sebagai usaha pergerakan untuk menggalang perlawanan terhadap penjajahan. Dan tradisi latihan pencak silat asli Betawi ini dengan waktu berlatih di malam hari, masih bertahan hingga saat ini, walau penerangannya telah digantikan lampu listrik." Jelas H. Bachtiar.
Ia pun menambahkan, saat ini di berbagai sekolah dan kampus yang ada di Jakarta lebih banyak ditemukan ekstrakulikuler yang mengembangkan seni bela diri dari luar negeri, seperti, Karate, Judo, Taekwondo, Kempo, Capoeira, hingga Yujitsu. padahal satu diantara banyak cara yang efektif untuk mengembangkan seni bela diri Silat, terkhusus Silat Betawi seperti Cingkrik dan Beksi adalah melalui pengajarannya di sekolah dan kampus.
"Sebenarnya telah ada Peraturan Daerah Nomer 4 tahun 2015 tentang pelestarian kebudayaan Betawi dan Peraturan Gubernur No. 11 tahun 2017 tentang ikon-ikon Betawi, yang arahnya mengharuskan ekstrakulikuler di berbagai sekolah di jakarta, dari SD, SMP, SMA untuk mengajarkan muatan lokal Seni Budaya Betawi khususnya Silat Betawi. Hal lain yang sedikit menghambat kesenian Silat Betawi adalah saling mengkritisi sesama aliran silat yang ada. Semestinya di masa sekarang hal tersebut dapat dihindari, agar proses regenerasi dan pelestarian seni budaya Silat Betawi dapat berjalan dengan baik dan semakin meluas di masyarakat." Tutup H. Bachtiar Pitung.
( Wahyu Toveng : Minggu 01/09/24 )