Penuh Makna, Dalam Obrolan Sastra Dan Politik, Dari Seorang Riri Satria

(Foto Dokumentasi raya 7detik.com: Sastrawan Indonesia Riri Satria)

( Foto dokumntasi Raya www.7detik.com : Obrolan Sastrawan  Indonesia Riri Sastria, Dengan sahabatnya.)

Jawa Barat - 7detik.com - Jadi begini Bang Riri, "Ketika partai politik yang seharusnya menjadi agregasi kepentingan idealisme rakyat justru berjarak dengan rakyat itu sendiri, dan hanya sekedar menjadi permainan elitnya, maka itu yang sangat berbahaya. Jika itu yang terjadi, dinamika politik tidak akan mendatangkan kemaslahatan kepada rakyat, di mana rakyat hanya menjadi obyek bukan subyek. Akhirnya rakyat kehilangan kepercayaan kepada partai politik yang seharusnya mampu berperan sebagai tempat menyalurkan suara atau aspirasi mereka."

Kondisi bisa menjadi sedemikian parah apabila dinamika atau manuver (sebagian) rakyat di jalanan justru dikendalikan oleh partai politik dan rakyat benar-benar sebagai obyek semata, bukan subyek. Rakyat memang punya literasi politik, supaya bisa menjadi penentu, bukan semata yang dikendalikan para elit politik.

Cuplikan percakapan di suatu sore sambil ngopi santai dengan sahabatnya, "Dr. Wahyuni Refi Setya Bekti, SH., MH., seorang pengamat politik, mantan politisi, serta mantan Ketua Presidium Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI)," periode 2002 - 2004 lalu. Kata Riri, menceritakan kisah obrolannya, dengan sahabat, pada 7detik.com

"MASIH TENTANG POLITIK."

Menyimak drama politik akhir-akhir ini dengan plot twist yang menakjubkan. Tetapi ceritanya belum selesai kayaknya. Jangan-jangan ada plot twist berikutnya yang lebih mencengangkan lagi. 

Pokoknya pementasan drama di panggung gak ada apa-apanya dibandingkan drama politik: ya lakonnya, alur ceritanya, konfliknya, sampai dengan plot twist. Ternyata bukan hanya urusan cinta dan asmara semata yang ada PHP, ghosting, dan sebagainya,Kata Riri, sambil tertawa. 

"Jika kita menyimak pertandingan catur, tentu muncul pertanyaan, mengapa para pemain itu berpikir seringkali lama? Apa yang mereka pikirkan? Nah, yang mereka pikirkan bukanlah satu langkah atau dua langkah ke depan, melainkan sekian langkah ke depan. " Masih kata Riri, mmenyambung obrolannya, pada team redaks 7detik.com

Tidak hanya itu. Mereka juga memikirkan kemungkinan-kemungkinan langkah-langkah respon dari lawan mereka. Ya, semacam analisis prediksi berwujud aksi dan reaksi. Nah demikian pula urusan politik ini. Seperti ada teori yang bilang, politics is just a game, so be a good gamer, and win the game. 

"Saat ini dalam era digital dan siber ini kita memasuki era peperangan berikutnya, yaitu perang opini dan paradigma melalui diksi-diksi yang ditembakkan di mayantara atau jagat siber, di mana sasarannya bukan raga, namun pikiran dan jiwa. Ini termasuk ke dalam kampanye politik untuk menyebarkan pengaruh dan mendapakan dukungan." Imbuhnya.

Daya destruktifnya mungkin perlahan, namun secara agregat mampu merusak hal yang paling mendasar dalam sebuah ketahanan negara, yaitu ideologi.Dalam tingkatan individu dan kelompok ini pun terjadi. Sasarannya adalah melemahkan prinsip-prinsip, nilai-nilai, mental dan semangat juang, serta teamwork. 

"Menghadapi perang seperti ini memang susah, karena musuhnya tidak ketahuan secara fisik, melainkan tersembunyi di balik kata-kata, mulai dari yang kasar dan vulgar, sampai dengan yang halus. Begitu juga dalam politik. Maka cerdas dan rasional itu penting, dan jangan baperan!," Tandas Riri.

"Kalau yang ini, bukan soal politik!"

Mengulas tetang pria yang memang familiar ini, Pria bernama asli, Riri Satria, dan akrab di sapa Bang Riri, dan lahir di Padang, Sumatera Barat 14 Mei 1970, tahun silam, dia juga adalah salah seorang pendiri serta saat ini menjabat sebagai Ketua Komunitas Jagat Sastra Milenia (JSM), yang berdiri 10 Oktober 2020.
 
Saat ini, dirinya dan beberapa rekan-rekan dari sesama pelaku seni, yang aktif dalam kegiatran sastra, sedang menyiapkan, beberapa agenda, untuk masalah kesustraan, baik dari Komunitas Jagat Sastra Milenia (JSM), yang rencananya pada bulan September 2024, nanti di Jakarta.
 akan ada, "Peluncuran buku puisi 'Cermin Bayang-Bayang' karya Nunung Noor El Niel."
 
Dan untuk agendanya, kata Riri, tunggu pengumuman selanjutnya mengenai jadwal dan lokasi acara.
Nunung Noor El Niel  adalah perempuan penyair Indonesia yang saat ini tinggal di Denpasar, Bali.  
 
"Nunung adalah salah seorang pendiri komunitas Jagat Sastra Milenia (JSM) dan saat ini aktif sebagai pengurus komunitas, serta aktif di komunitas Jatijagat Kehidupan Puisi (JKP) di Denpasar, Bali.
Buku kumpulan puisi tunggal Nunung Noor El Niel: 
1. Solitude (2012), 
2. Perempuan Gerhana (2013), 
3. Kisas (2014), 
4. Perempuan dan Tujuh Musim (2016), 
5. Betinanya Perempuan (2019), 
6. Sumur Umur (2021)
7. Cermin Bayang-Bayang (2024)." Ungkap Riri, pada 7detikcom, Jum'at ( 30/08/24)

Menurut, Riri, yang dirinya juga sudah menerbitkan beberapa buku antologi puisi tunggal, yaitu “Jendela” (2016), “Winter in Paris” (2017), “Siluet, Senja, dan Jingga” (2019), “Metaverse” (2022), serta satu buku puisi duet bersama penyair Emi Suy berjudul "Algoritma Kesunyian" (2023).

"Winter in Paris" (2017) adakah kumpulan puisi saya yag aslinya ditulis dalam Bahasa Inggris ketika saya menempuh sekolah S3 di Paris School of Business, dan buku tersebut diluncurkan pada Ubud Writers and Readers festival (UWRF) 2017. Ungkap Riri, yang juga seorang Sastrawan Indonesia ini.

Di samping puisi, dirinya juga menulis esai yang sudah dibukukan dalam beberapa buku kumpulan esai  “Untuk Eksekutif Muda: Paradigma Baru dalam Perubahan Lingkungan Bisnis” (2003), ini adalah kumpula esai saya di rubrik manajemen Haruan Republika pada urun tahun 1999 - 2001, lalu ada buku trilogi “Proposisi Teman Ngopi” (2021) yang terdiri tiga buku “Ekonomi, Bisnis, dan Era Digital”, “Pendidikan dan Pengembangan Diri”, dan “Sastra dan Masa Depan Puisi” (2021), serta “Jelajah” (2022). Jelasnya

Sejak kapan menulis puisi? dan itu pertanyaan terakhir dari team redaksi 7detik.com, saat ingin menyelesaikan semua obrolannya, siang tadi, melalui jaringan selular via  Whaatshap. 

"Berpuisi, sejak sekolah di SMP dulu sekitar tahun 1984, berlanjut ke SMA. Namun begitu mulai kuliah di UI tahun 1988, semuanya terhenti, karena saya fokus sama kuliah dan kemudian membangun karir. Nah, setelah karir mulai agak mapan, saya merasakan ada dunia yang hilang dari kehidupan saya, yaitu dunia puisi. Lalu saya kembali menulis puisi sampai saat ini. Akhirnya puisi membuat hidup saya jadi berwarna." Pungkasnya menutup semua obrolan siang ini.

( Raya; Mengulas semua obrolan dari seorang Sastrawan Indonesia, Riri Satria.)