Kerajaan Timbang Luhur, Yang Kini Menjadi Desa Timbang, Kecamatan Ciganda Mekar Kuningan


Suasana Desa Timbang, dan segala rutinitasnya, serta sifat warga desanya ayang selalu bergotong royong dalam membangun desanya serta saling berbagi dalam kehidupan bermasyarakat.


Kerajaan Timbang Luhur, Yang Banyak Menuangkan Beragam Versi Cerita Sendiri. Namun, Sisa-sisa Dari Versi Bijaksana dan Rukunnya Serta Sifat Gotong Royong Rakyatnya, Masih Tumbuh dan Melekat Sampai Saat Ini, Pada Seluruh Warga Masyarakat Di Desa Timbang Tersebut.

Jarang yang tahu, salah satu Desa yang ada di Kabupaten Kuningan, yang memang dalam satu Desa tersebut banyak warganya yang penuh berbagi serta saling bergotong royong, bahkan Desa ini, dahulunya, konon adalah Kerajaan yang sangat makmur, tentram, damai bahkan perekonominannya sangat berjalan stabil, karena di pimpin oleh seorang Raja yang sangat Bijaksana. Dan mempunyai dua orang putra atau pangeran, yang menjadi anak murid dari Sunan Gunung Jati, yang juga seorang Waliyullah dari Cirebon, lalu Sang Raja Timbang Luhur, pada akhirnya mau mengikuti ajaran yang di bawa oleh Guru dari kedua orang putranya itu. Dari  seorang pemeluk Hindu yang taat, akhirnya dengan hati yang sangat ikhlas mau ikut memeluk ajaran Agama Islam.

Desa Timbang secara administrasi merupakan salah satu desa dalam wilayah Kecamatan Cigandamekar Kabupaten Kuningan dengan batas-batas  wilayah yaitu:

Sebelah utara berbatasan dengan Desa Babakanjati. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Karangmuncang.

Sebelah barat berbatasan dengan Desa Panawuan. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Koreak / Desa Winduhaji

Luas wilayah seluruhnya adalah 206,460 Hektar dan berada pada ketinggian 200 – 350 Mdpl dengan iklim tropis dan secara administrative terdiri dari 19 RT yang dibagi menjadi 4 dusun.

Ada beberapa versi cerita asal muasal berdirinya Desa Timbang, dalam versi yang ada di website Pemerintah Desa Timbang, dalam cerita sejarah seperti ini.

Menurut cerita bahwa pada abad silam di Timbang berdiri Kerajaan  bernama Kerajaan Timbang Luhur yang dipimpin oleh Raja bernama Pangeran  Jaya Kelana yang gelar Adipati Timbang Luhur  dengan lokasi kerajaan di Timbang Luhur (sekarang masuk wilayah Dusun II). Adipati Timbang Luhur mempunyai dua orang putra bernama Raden Singayuda dan Raden Dalem Darim.

Mendengar kabar Sunan Gunung Jati akan datang ke Kerajaan Timbang Luhur, karena sudah mengetahui tujuannya yakni mengajak masuk agama Islam dan Adipati Timbang Luhur tidak mau masuk Agama Islam, Adipati Timbang Luhur meninggalkan kerajaan dan dua orang putranya.

Dua Orang putra Adipati Timbang Luhur Raden Singayuda dan Raden Dalem Darim dibawa Sunan Gunung Jati ke-Kesultanan Cirebon untuk didik ilmu agama Islam  dan setelah dianggap cukup menguasai Ilmu agama Islam Raden Singayuda dan Raden Dalem Darim di izinkan pulang ke Keraton Timbang Luhur untuk menyebarkan Agama Islam.

Setelah berada di Timbang Luhur langkah  yang dilakukan Raden Singayuda dan Raden Dalem Darim adalah membawa rakyatnya memeluk Islam dan pindah kampung dengan mendirikan Desa dengan Balai Desa terletak dikampung Bunut (sekarang masuk wilayah Desa Babakanjati) dengan nama Desa Timbang dan dibawah naungan Kesultanan Cirebon.

Setelah meninggal  Raden Singayuda dan Raden Dalem Darim dalam masa darurot Desa Timbang sementara dipimpin oleh Ngabeui dan untuk selanjutnya berdasarkan hasil musyawarah Desa Timbang dipimpin oleh salah seorang tokoh yang dikenal dengan sebutan Bewu singkatan Lebe Kuwu yang dikenal sebagai kuwu pertama Desa Timbang. Dalam perkembangngannya ada keinginan untuk memindahkan Balai Desa, dan pada masa kepemimpinan Bewu dipindahkan Balai Desa Timbang Ketempat yang sekarang  dimana Kantor Desa Timbang berdiri.

Untuk selanjutnya sesuai dengan perkembangannya pula  selanjutnya pemimpin Desa Timbang dipilih secara langsung ni oleh rakyat dan diketahui Kuwu/Kepala desa yang dipilih langsung oleh rakyat adalah sebagai berikut :  

1.   H. Said                        1825-1876

2    H. Iman                       1876-1914

3.   Kerta Sujatma             1914-1922

4.    Kerta Nata                  1922-1925

5.    Sastra Dijaya               1925-1949

6.    H. Basuni                    1950-1956

7.   Sastra Atmaja              1956-1961

8.    Parto Sucipto              1961-1970

9    H. Hasan Syukur         1971-1978

10.  H. O Asyari                  1979-1998

11.  Syaefuddin, BA           1998-2005

12.  Mukhlasin, S.Ag          2005- 2019

13. Ali.                                 2020- sekarang

Dan ada pula bercerita versi seperti ini, dalam beberapa kutipan yang di ceritakan oleh beberapa sesepuh Desa Timbang, pada Team Penulis Media Online www.7detik.com

Kabupaten Kuningan terdapat sebuah kerajan kecil. Raja terakhir kerajaan tersebut memeluk Islam sekitar abad ke-18. Nama Kerajaan tersebut, adalah Kerajaan Timbang Luhur. Kerajaan ini diperkirakan telah ada sejak abad ke-15 di bawah naungan Kerajaan Kuningan.

Hal itu menyusul berkembangnya ajaran Islam di Kabupaten Kuningan khususnya di Timbang setelah datangnya Tubagus Kalamuddin, putra dari Sultan Abu Mahasin Zainul Abidin Kesultanan Banten yang memutuskan beruzlah dan menetap di Ciwedus Timbang pada 1700-an dan disusul Kiai Syueb dari Termas, Jawa Timur yang menjadi menantu Tubagus Kalamuddin. 

“Setelah banyak warga Timbang yang memeluk Islam, raja Timbang Luhur juga memeluk Islam lewat perantara Kiai Syuaeb,” tutur Kiai Ahmad Musthofa yang juga merupakan generasi ketujuh dari Tubagus Kalamuddin.  

Sementara berdasarkan catatan sejarah yang dimuat di laman Pemerintah Desa Timbang, lokasi kerajaan Timbang Luhur masuk pada wilayah Dusun II.  Adipati Timbang Luhur mempunyai dua putra yakni Raden Singayuda dan Raden Dalem Drarim yang memeluk Islam setelah belajar pada Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Sejak saat itu, masyarakat kerajaan Timbang Luhur pun banyak yang memeluk Islam. 

Meski begitu, Team penulis dari www.7detik.com , masih elum berhasil menemukan manuskrip yang menunjukan keberadaan dan sejarah kerajaan Timbang Luhur. Menurut Kiai Ahmad, dulunya terdapat sebuah Manuskrip kuno yang disimpan oleh sesepuh Timbang. Sayangnya Manuskrip itu pun sulit dilacak keberadaannya. 

Meski demikian banyak pendapat yang memperkirakan wilayah Timbang merupakan sebuah daerah yang sudah terbentuk dengan sistem pemerintahannya sejak masyarakat Kuningan masih banyak yang memeluk agama Hindu. 

Dan memang benar serta adanya ditemukan situs bebatuan yang memang bekas reruntuhan bangunan Kerajaan Hindu, di Desa Timbang, yang lokasinya tepat berada di Dusun 2, Menariknya, susunan batu-batu tersebut dibuat berundak-undak mengitari area. Sayangnya lokasi itu tak terawat bahkan susunan batu-batu fondasi banyak tertutup pepohonan dan bambu.

Memang dan terbukti, dulunya di lokasi itu ada sejumlah batu pipih besar yang tersusun rapi menyerupai meja pertemuan. Sayanganya batu-batu pipih itu hilang dicuri. 

Meski sampai saat ini belum ada arkeolog yang melakukan penelitian di lokasi tersebut, namun berdasarkan kisah turun temurun, warga Timbang mempercayai kerajaan Timbang Luhur berada di tempat itu.

Seperti diungkapkan sejarawan Prof Edi S Ekadjati dalam bukunya Sejarah Kuningan dari Masa Prasejarah Hingga Terbentuknya Kabupaten, mengungkapkan nama Timbang tertulis dalam naskah bujangga manik yang disusun pada akhir abad ke-15 atau abad ke-16 pada daun lontar beraksara sunda kuno sebagai salah satu tempat yang ada pada masa 

( Penulis: Raya . Dan di kutip dari berbagai sumber serta cerita dari para sesepuh di Desa Timbang, Ciganda Mekar Kuningan.)