![]() |
( Foto Dokumentasi Raya www.7detik.com : Rissa Churia saat Bincang Pustaka ) |
![]() |
( Foto dokumentasi Raya www.7detik.com : Rissa Churia, Penulis, Penyair dan Sastrawan Indonesia.) |
Sastra - 7detik.com - Algoritma dan puisi mungkin tampak berada di ujung spektrum yang berbeda. Algoritma, sering dikaitkan dengan dunia teknologi dan sains komputer adalah serangkaian instruksi logis yang dirancang untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan tertentu.
Pasalnya, di sisi lain, puisi adalah ekspresi artistik yang melibatkan bahasa, emosi, dan imajinasi, menciptakan pengalaman yang estetis bagi penulis dan pembacanya. Namun, ketika kita memandang lebih dalam, keduanya memiliki kesamaan yang mengejutkan: keduanya adalah bentuk bahasa yang menciptakan makna dan menyusun dunia melalui aturan dan struktur.
"Algoritma Logika dan Strukur yang Ketat."
"Algoritma
adalah instruksi yang diatur dalam urutan tertentu untuk mencapai hasil
yang diinginkan. Ia adalah elemen dasar dalam pemrograman komputer,
digunakan untuk memecahkan masalah kompleks dengan cara yang efisien dan
sistematis."
Setiap langkah dalam algoritma harus jelas dan dapat
diikuti tanpa ambigu, memastikan bahwa output yang dihasilkan tepat dan
akurat. Dalam dunia yang semakin didorong oleh data dan teknologi,
algoritma menjadi kunci untuk segala sesuatu, mulai dari pencarian
informasi di internet hingga pengenalan wajah dalam foto.
"Puisi Kebebasan Ekspresi dalam Aturan yang Tersirat."
"Puisi,
di sisi lain adalah bentuk seni yang memanfaatkan bahasa sebagai alat
untuk mengekspresikan perasaan, ide, dan pengalaman. Meskipun tampak
bebas, puisi juga tunduk pada aturan dan struktur. Bentuk puisi-puisi
tradisional seperti soneta, haiku, atau pantun memiliki pola tertentu
yang harus diikuti oleh penyair."
Penggunaan rima, ritme, dan meter
memberikan bentuk pada puisi, menciptakan harmoni dan keindahan yang
mendalam. Namun, berbeda dengan algoritma yang kaku, puisi memungkinkan
ruang untuk interpretasi dan ambiguitas yang menjadi daya tariknya.
"Persinggungan Algoritma dan Puisi."
"Dalam
beberapa tahun terakhir, dunia teknologi dan sastra telah menemukan
cara untuk saling berinteraksi, khususnya melalui pemanfaatan algoritma
dalam penciptaan puisi. Teknologi kecerdasan buatan (AI) kini mampu
menciptakan puisi yang meniru gaya penyair terkenal atau bahkan
menciptakan gaya baru. Algoritma di balik AI ini diprogram untuk
memahami pola dalam bahasa dan menghasilkan teks yang dapat dianggap
sebagai puisi."
Di sinilah
persinggungan antara algoritma dan puisi menjadi menarik. Algoritma
bekerja berdasarkan pola dan logika, sementara puisi sering kali bermain
dengan ketidakpastian dan emosi. Ketika AI menciptakan puisi, ia
menggabungkan dua dunia ini, menghasilkan karya yang mungkin mengandung
struktur logis tetapi juga menyentuh perasaan manusia.
"Meskipun
demikian, puisi yang dihasilkan AI sering kali memicu diskusi lebih
lanjut tentang apakah karya tersebut memiliki "jiwa" yang sama dengan
puisi yang ditulis oleh manusia? Sebuah pertanyaan retorika dan tak
perlu dijawab karena jawabannya ada pada pikiran dan dada orang-orang
yang membaca tulisan ini."
"Simfoni Abstrak Harmoni dalam Perbedaan."
Meskipun
algoritma dan puisi mungkin tampak berbeda, keduanya memiliki peran
penting dalam membentuk cara kita melihat dunia. Algoritma menawarkan
cara yang efisien dan logis untuk memecahkan masalah, sementara puisi
memberikan pandangan yang lebih mendalam dan emosional tentang
pengalaman manusia. Keduanya menggunakan bahasa sebagai alat, tetapi
dengan tujuan yang berbeda. Yang satu untuk menciptakan keteraturan,
yang lain untuk merangkul ketidakteraturan.
"Dalam
era digital ini, pertemuan antara algoritma dan puisi dapat
menghasilkan karya yang menakjubkan dan memicu refleksi mendalam tentang
esensi kreativitas dan logika. Di satu sisi, mereka adalah dua dunia
yang berbeda; di sisi lain, mereka adalah simfoni abstrak yang
mencerminkan keragaman cara manusia memahami dan mengekspresikan
dirinya."
Dalam tulisan
ini, saya hendak mengatakan: "Bahwa meskipun berada di jalur yang berbeda,
algoritma dan puisi dapat saling melengkapi, menciptakan karya yang
menggabungkan logika dengan keindahan, dan menghadirkan perspektif baru
dalam memahami kreativitas dan teknologi." Jumat ( 30/08/24)
( Sekilas Tentang Penulis: Rissa Churria, adalah pendidik, penyair, esais, pelukis, aktivis
kemanusiaan, pemerhati masalah sosial budaya, pengurus Komunitas Jagat
Sastra Milenia (JSM), pengelola Rumah Baca Ceria (RBC) di Bekasi,
anggota Penyair Perempuan Indonesia (PPI), saat ini tinggal di Bekasi,
Jawa Barat, sudah menerbitkan 7 buku kumpulan puisi tunggal, 1 buku
antologi kontempelasi, serta lebih dari 100 antologi bersama dengan para
penyair lainnya, baik Indonesia maupun mancanegara. Rissa Churria
adalah anggota tim digital dan siber di bawah pimpinan Riri Satria, di
mana tugasnya menganalisis aspek kebudayaan dan kemanusiaan dari dunia
digital dan siber. )
(Raya Redaktur www.7detik.com )