![]() |
Ananda Sukarlan diapit Dubes Australia Penny Williams (kiri) dan Mariska (kanan) saat konferensi pers konser peringatan 75 tahun hubungan diplomatik Australia - Indonesia |
Jakarta | 7detik.com,- Akhir-akhir ini kita melihat konser Ananda Sukarlan berbeda, di mana ia mengetengahkan karya-karya yang dimainkan untuk satu tangan atau beberapa jari saja. Rupanya sejak tahun 2006 sampai 2016 di Spanyol, komponis dan pianis ini telah bekerja sama dengan Yayasan Música Abierta, mengembangkan metode pendidikan musik untuk anak-anak dengan disabilitas fisik.
Ananda telah menciptakan lebih dari 80 karya untuk berbagai kondisi tunadaksa, dengan level kompleksitas dan kesulitan yang beragam. Karya yang paling sulit adalah Rapsodia Nusantara nomor 15 dan 39 yang khusus dimainkan hanya dengan tangan kiri.
“Saya bekerja langsung dengan anak-anak berkebutuhan khusus dalam menciptakan karya-karya khusus ini. Ada yang beberapa jari atau satu tangan saja yang berfungsi,” kata musisi yang baru-baru ini diangkat menjadi Honorary Member dari Rotary Club International.
“Di Indonesia, saya juga mendidik beberapa guru musik dan memberi mereka insight tentang autisme dan Asperger’s Syndrome – saya kan penyandang Sindrom Asperger. Jadi, selain mereka mengajarkan musik, mereka juga mesti tahu bagaimana caranya berhubungan dan berkomunikasi dengan para pengidap autisme. Ada yang sering salah kaprah menganggap bahwa anak-anak autis itu harus dimanja. Tidak. Pengidap autisme itu mesti diberikan penjelasan bahwa mereka harus bisa mengerti dunia luar yang ‘normal’. Kalau dunia luar diminta untuk bisa mengerti mereka, mereka juga harus bisa mengerti dunia luar,” lanjutnya.
Kini di Indonesia, tanpa dukungan dari beberapa pihak baik pemerintah maupun swasta, Ananda Sukarlan melanjutkan karya-karyanya untuk para penyandang disabilitas. Bedanya, ia kini menuliskan karya-karya dengan kesulitan teknis, musikalitas dan virtuositas lebih tinggi.
"Apa yang terjadi jika anak-anak atau para disabilitas itu nantinya tetap akan melanjutkan karirnya? Mereka membutuhkan karya-karya musik yang representatif, dapat ditampilkan di konser dan menjadi kendaraan mereka untuk berekspresi dan berkomunikasi ke publik," tandasnya.
Dua di antaranya akan ia pagelarkan di konser bertajuk "Sajak Dari Ruang Juang" merayakan 17 Agustus, di Galeri Indonesia Kaya dan di Mall Grand Indonesia, Jakarta. Yang pertama adalah "Satu Tangan, Sepenuh Jiwa, Untuk Indonesia", untuk piano solo hanya dengan tangan kiri saja. Karya ini menggunakan melodi lagu "Untuk Indonesia" yang rilis awal tahun ini dinyanyikan oleh Once Mekel dan Yenny Wahid. Seorang penyair, Shantined, menyaksikan pertunjukan perdana karya tersebut dan terinspirasi membuat puisi berjudul "Sepenuh Ini, Indonesia". Ini kisah lengkapnya saat Shantined menyaksikan World Premiere (pertunjukan perdana) karya Ananda tersebut:
https://kitaanaknegeri.com/puisi-terinspirasi-musik-ananda-sukarlan/
Dari puisi itu, Ananda kembali membuat musik untuk vokalis klasik dan iringan piano, lagi-lagi dengan tangan kiri saja. Sehingga rantai itu menjadi semakin panjang: sebuah lagu pop menginspirasi karya piano untuk tangan kiri saja, karya piano solo itu menginspirasi penciptaan puisi, puisi menginspirasi karya baru untuk vokal dan piano. Soprano yang akan memperdanakannya adalah Mariska Setiawan.
Dua karya yang khusus untuk disabilitas itu menjadi bagian dari deklarasi Ananda dan Mariska tentang 79 tahun kemerdekaan Republik Indonesia: bahwa kemerdekaan adalah hak seluruh rakyat, tanpa memandang (dis)abilitas, ras, agama dan suku.
Di konser itu mereka juga akan mempagelarkan beberapa cuplikan dari opera Ananda, "I'm Not For Sale" yang sedang dalam proses penulisan berdasarkan libretto (teks) oleh Emi Suy. Program dilengkapi dengan lagu "Kapokmu Kapan?" dari puisi Hilmi Faiq tentang "pengantin" bom bunuh diri, "Di Halaman Indonesia" (puisi Effendi Kadarisman), "Dari Duka Masa Lalu" (puisi Sihar Ramses Simatupang), Tiga Puisi Buset (puisi-puisi jenaka Budhi Setyawan) dan yang juga istimewa adalah bahwa Ananda membuat Teks Proklamasi secara utuh menjadi musik, dinyanyikan oleh tenor Oswin Wilke (yang juga menjadi pemeran pembantu saat Mariska menyanyikan cuplikan dari opera "I'm Not For Sale").
Ananda Sukarlan menjadi seniman Indonesia pertama yang diundang ke Portugal setelah hubungan diplomatik kedua negara terjalin. Daya inovasinya dalam dunia musik "terdeteksi" pada tahun 2000 oleh surat kabar Sydney Morning Herald yang menuliskannya sebagai "Salah satu pianis terkemuka dunia yang berada di garis depan dalam memperjuangkan musik piano baru".
Ananda mendapat penghargaan sipil tertinggi di Italia "Cavaliere Ordine della Stella d'Italia" dari Presiden Sergio Mattarella, dan pada tahun 2022 ditunjuk sebagai pendiri dan direktur artistik G20 Symphony Orchestra yang diharapkan menjadi warisan kebudayaan Indonesia untuk G20. Pada 17 November 2023, Yang Mulia Raja Felipe VI menganugerahinya Royal Order of Merit Isabel la Catolica, penghargaan tertinggi untuk warga sipil dari Kerajaan Spanyol.
Ananda Sukarlan telah diakui banyak negara sebagai komponis Indonesia yang merupakan tokoh kunci dalam genre Tembang Puitik, yaitu karya musik klasik yang tercipta berdasarkan karya puisi yang sudah ditulis oleh penyair/sastrawan. Negara-negara seperti Spanyol, Ekuador, Australia, Peru telah memesan karyanya berdasarkan puisi-puisi penyair negara mereka, seperti Federico Garcia Lorca, Miguel Cervantes, Jose Luis Mejia, Jorge Carrera Andrade, Henry Lawson dan masih banyak lagi. Lebih dari 500 karya untuk vokalis diiringi piano atau instrumen lain telah ia ciptakan dalam bahasa Spanyol, Inggris dan Indonesia.
Mariska Setiawan adalah soprano peraih berbagai penghargaan, antara lain: Kompetisi Nasional Tembang Puitik Ananda Sukarlan (sekarang bernama "Ananda Sukarlan Award") tahun 2011 sebagai penyanyi seriosa muda di usia 19 tahun dan peraih beasiswa pelatihan Indonesia Menuju Broadway di New York tahun 2019.
Mariska memerankan Eulis Zuraedah istri pahlawan nasional Ismail Marzuki di serial musical Payung Fantasi 2022, dan ia menjadi salah satu dari 5 solois Indonesia yang terpilih untuk tampil bersama G2O Orchestra.
Kecintaan pada musik, sastra dan budaya menggerakkan Mariska untuk mendirikan Studio Sangita, sebuah lembaga edukasi musik dan seni pertunjukan. Mariska juga aktif sebagai performer serta sebagai pengajar dan dosen luar biasa di beberapa universitas di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
(Emi Suy)